Aria Santoso Samata, Direktur CSA Institue : Jadilah Analis Sendiri Agar Tidak Boncos.

Perkembangan pasar modal Indonesia terus alami peningkatan, bukan hanya jumlah emiten yang bertambah, namun juga jumlah investor pun terus bertambah. Banyak dari investor adalah kaum muda usia pekerja.

Banyak dari mereka yang sukses berinvestasi di pasar modal, tapi tidak sedikit juga yang boncos.  Biasanya mereka yang boncos terperangkap pada saham-saham gorengan atau mereka mengejar untung cepat, tanpa memiliki ilmu investasi berupa Analisa saham atau Analisa keuangan perusahaan.

Untuk mengupas apa sih saham gorengan, dan bagaimana agar investor tidak boncos berinvestasi di pasar modal, berikut kami turunkan wawancara , Afrizal , reporter PortalBisnis.co dengan Aria Santoso Samata, Direktur CSA Institue

 

Bagaimana Pendapat, tentang isu goreng saham di pasar modal yang beberapa waktu lalu sempat mencuat?

Isu goreng saham ini dari dulu sudah ada. Saya juga bingung kenapa istilahnya ‘digoreng’ bukan ‘direbus’ atau mungkin ‘dipanggang’. Baru-baru ini mencuat kembali isu goreng saham ini tentu sangat dipengaruhi oleh media. Semakin cepatnya dunia informasi,semakin cepat pula isu goreng saham ini dapat menyebar.Sebenarnya di Bursa sendiri fluktuasi harga saham naik-turun itu merupakan hal yang biasa.

Kenapa isu tersebut jadi sorotan?, Karena ada orang-orang yang merasa dirugikan, misalkan saat ada saham naik tinggi dia membeli, kemudian harganya jatuh mereka panik. investasi yang tadi harapanya bisa untung, malah jadi mendapatkan rugi. Pada saat panik itu mereka jual dan ketika mereka rugi, jadi mereka ‘cuap-cuap’ di media sosial dsb.

Masalah digoreng atau tidak digorengnya saham, tetap memiliki fluktuasi harga. Hal ini disebabkan karena ada pihak-pihak tertentu yang melakukan manipulasi,sehingga harga bisa naik dengan cepat dan turun sangat dalam juga dengan cepat.

Memang agak sulit untuk membedakan harga yang digoreng karena manipulasi atau harga yang memang tumbuh dengan alami.

Bagi saya pribadi, di bursa goreng saham ini akan terus ada, tapi jangan sampai mereka yang melakukan manipulasi dipasar modal dapat bebas, harus ada regulasi yang berperan disitu.

Bagaimana tanggapan Anda atas adanya statemen Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), bahwa goreng saham sebagai kejahatan kerah putih ?

Ini perlu dibuat semacam indikasinya yang merupakan kategori kejahatan atau penipuan itu seperti apa?.

Memang ada pelaku (investor) dalam jumlah besar yang punya kekuatan mempengaruhi harga, ketika investor itu mengurangi portofolio sahamnya dengan menjual saham-saham dalam jumlah besar sehingga menekan harga saham emiten itu. Padahal emiten itu kinerjanya bagus, namun karena sahamnya dikuasai salah satu investor dalam jumlah besar, maka ketika investor itu jual harga tertekan.

Ada juga misalnya begini, Investor setelah dapat dananya dari jual satu saham besar-besaran, mereka ubah porotofolio nya beli saham perusahaan yang lagi murah, otomatis karena beli dalam jumlah banyak harga terangkat.  Nah apakah itu indikasi juga??

Investor-investor besar yang mengelola dana pensiun atau investor yang punya dana cukup banyak, jangan sampai ketika dia membeli atau menjual saham dalam jumlah besar takut dikira manipulator atau goreng saham.  Nah itu akan juga mengkerdilkan industri ini. Kalau misalnya pengelola punya uang triliunan waktu kita mau memborong atau membeli saham tertentu yang likuiditasnya enggak terlalu besar itu otomatis harga akan perangkat naik atau pada saat menjual harga kemungkinan akan tertekan turun gitu terlepas seberapa besar ya persentasenya tapi pasti akan menggerakkan harga.  Nah kalau kemudian setiap pembelian besar dikategorikan kriminal itu nanti malah sulit berkembang industri ini.

Agar yang harus dilakukan investor ritel agar tidak terjebak dalam investasi saham gorengan?

Ada beberapa faktor investor agar terjebak dalam saham gorengan, yaitu dia ikut-ikutan.  Karena pada saat orang-orang membeli ya itu memang ada fasenya namanya disebutnya fase public participation, jadi orang pada ikut gitu nah di fase itu sangat wajar orang ikut-ikutan beli. Nah itu dari psikologis sangat mungkin terjadi seperti itu.

Untuk mengatasi agar tidak ikut-ikutan, investor harus berusaha objektif. Kalaupun mau ikut-ikutan perlu dikaji dulu, apakah saham itu diperdagangkan dengan cepat naik turun harga. Kalau memang cepat dia mau ikut-ikutan cepat beli cepat jual jangan ditahan lama-lama gitu mumpung masih naik kalau keburu turun. Beli sebentar kemudian 15 menit lagi jual dia ikut-ikutan enggak apa-apa yang penting kalau rugi juga rugi dikit kalau misalnya ada untung juga mungkin untung dikit namanya kita sebut intrade perdagangan.

Tapi kalau mereka yang oh simpan 2 bulan 3 bulan atau simpan 1 tahun 2 tahun atau simpan di atas 5 tahun itu sebaiknya perlu betul-betul mengenal perusahaan itu. Perusahaan yang memang kinerjanya baik atau ada pertumbuhan atau tidak perusahaannya untung. Apa benar ada untungnya gitu karena secara jangka panjang itu yang menjadi tulang punggung dari emiten sehingga harganya tetap terjaga, walaupun ada naik turun jangka panjang itu cenderung trennya naik,”

Pekan lalu ada beberapa saham perdana CUAN naik luar biasa. Menurut Anda apakah kode saham seperti itu dapat menarik publik untuk membeli saham tersebut ?

Hal tersebut bisa memberikan suatu entah itu keberuntungan atau harapan baik. Kan ada nama perusahaan Makmur, Cuan, Sejahtera  itu kan harapan nah menurut saya sih kode-kode seperti itu bagus. Cuma untuk daya tarik aja sih memang harapan dari mungkin pemiliknya supaya itu benar-benar bisa memberikan keberuntungan tapi tidak menjamin lho kalau yang namanya bagus kinerja perusahaannya juga bagus.

Tapi perlu diwaspadai investor atau public Namanya memang harapan baik dan bagus, tapi tetap waspada jangan sampai terbuaya aman-aman yakin, nggak tahunya turun gitu semua

Sebaiknya investor ritel membeli saham blue chips atau yang kinerjanya bagus. Walau bukan berarti kalau dibeli nggak akan turun. Namun jika perusahaan bagus kinerjanya baik yang ada pertumbuhan itu juga pada saat dibeli itu bisa turun. Cuma bedanya kalau perusahaan yang bagus seperti itu saat turun kita harap-harap cemas tapi dengan modal kesabaran menunggu selama perusahaan ini kinerja masih baik biasanya dia harganya akan meningkat lagi,”

Bagaimana cara mengedukasi investor agar tidak salah berinventasi di pasar modal?

Ada beberapa jalur sih sebenarnya yang harus dilakukan investor. Memang sekarang juga dari bursa sendiri ada namanya sekolah pasar modal, untuk basic atau pendidikan dasar dan untuk pemula ya. Tapi kadang kurang memadai, perlu ikuti lanjutannya. Bisa ikut training misalnya training analis saham, analisa fundamental, analisa teknikal dan banyak lainnya.

Saran saya kepada investor pemula agar tidak boncos berinvestasi saham di pasar modal, sebaiknya banyak mengikuti pelatihan, agar cara beinvestasi kita benar dan menghasilkan. Selain juga banyak membaca buku pasar modal, literatur lainnya cari dari website-website yang memang informatif. Sekarang juga banyak YouTube dan konten-konten dari sosial media atau dari Twitter. Dengan kemudahan internet sekarang banyak yang bisa dipelajari oleh investor.

Anda sebagai direktur di CSA Institute, Apa yang diajarkan terkait ilmu pasar modal?

CSA Institute ini bergerak di bidang pelatihan atau pendidikan untuk beberapa materi khususnya, pasar modal di bidang keuangan. Ada pelatihan untuk analis keuangan dan Analisa saham. Jadi bagi mereka yang misalnya lebih suka bobotnya ke analisa laporan keuangan rasional keuangan itu bisa belajar di program Certified Securities Analyst (CSA) atau Reguler Securities Analyst (RSA).

Nah bagi mereka yang fokusnya di pergerakan harga pergerakan harga saham misalnya bisa ke Reguler Technical Analyst (RTA) atau Certified Technical Analyst (CTA) lebih memperhatikan pergerakan harga saham. Ada juga program untuk risk management gitu memahami risiko dalam berinvestasi.

Jadi kita ada beberapa modul-modul yang bisa diikuti oleh publik, investor maupun calon investor.  Tidak cuma mereka yang mau jadi profesi analis saja, karena investor itu sebenarnya kan bisa jadi analisis untuk diri dia sendiri. Misalnya mau invest tapi kita enggak paham gimana ya caranya. Nah bisa belajar untuk memahami, nanti dipakainya untuk dia berinvestasi. Walaupun tidak kerja sebagai analis pun atau tidak bekerja di industri keuangan bisa pakai untuk diri sendiri atau untuk keluarganya gitu. Jadi bisa kalau ada orang tuanya atau family-nya atau adik kakaknya nanya dia bisa bantu memberikan pemahaman atau minimal untuk portofolio dia sendiri. Jadilah analis sendiri, agar tidak boncos.

Share This Article

Related Articles

Responses