BI Pertahankan 7DRR Rate, Triwulan II 2023 Kredit Diperkirakan Tumbuh

JAKARTA – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 April 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.

Keputusan ini, dinilai Bank Indonesia konsisten dengan stance kebijakan moneter yang pre-emptive dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan. Bank Indonesia meyakini bahwa BI7DRR sebesar 5,75% memadai untuk mengarahkan inflasi inti terkendali dalam kisaran 3,0±1% di sisa tahun 2023 dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) dapat kembali ke dalam sasaran 3,0±1% lebih awal dari prakiraan sebelumnya. Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah juga terus diperkuat guna mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global terhadap nilai tukar Rupiah.

Sementara itu, Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia (BI) juga memperkirakan pada triwulan II 2023, penyaluran kredit baru akan tumbuh lebih tinggi. Hal ini  terindikasi dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) permintaan kredit baru triwulan II 2023 sebesar 99,7 persen.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam Siaran Pers resmi BI, pada Rabu 26 April 2023 di Jakarta menyatakan, hasil survei menunjukkan responden tetap optimistis terhadap pertumbuhan kredit ke depan. “Optimisme tersebut antara lain didorong oleh kondisi moneter dan ekonomi serta relatif terjaganya risiko dalam penyaluran kredit,” tulis Erwin dalam pers release di laman bi.go.id..

Responden memperkirakan pertumbuhan kredit untuk keseluruhan tahun 2023 sebesar 10,4 persen secara year on year (yoy), tumbuh positif meski tidak setinggi realisasi pertumbuhan kredit pada 2022 sebesar 11,4 persen (yoy).

Hal ini diperkirakan karena standar penyaluran kredit pada triwulan II 2023 diproyeksikan sedikit lebih ketat dibandingkan periode sebelumnya. Hal itu terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) positif sebesar 0,1 persen. Menyikapi kondisi financial global yang masih belum stabil, diperkirakan kebijakan penyaluran kredit oleh perbankan akan sedikit lebih ketat. Selain juga karena faktor suku bunga kredit, premi kredit berisiko, dan persyaratan administrasi yang makin prudent.

Namun, diakui Erwin, untuk penyaluran kredit baru pada triwulan I 2023 tumbuh melambat atau tidak setinggi pertumbuhan pada periode sebelumnya, hal itu terindikasi dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) permintaan kredit baru triwulan I 2023 sebesar 63,7 persen, lebih rendah dibandingkan 86,3 persen pada triwulan sebelumnya.

” Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit baru yang melambat terjadi pada seluruh jenis kredit, terindikasi dari SBT positif yang sedikit lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya, baik pada kredit modal kerja dengan nilai SBT 42,1 persen, kredit investasi dengan SBT 54,7 persen, maupun kredit konsumsi dengan nilai SBT 54,6 persen,” ungkap Erwin.

Penyaluran kredit baru yang melambat pada triwulan I tersebut sesuai dengan pola historisnya. Perlambatan penyaluran kredit baru itu juga sejalan dengan hasil survei permintaan dan penawaran pembiayaan yang dilakukan BI pada Maret 2023.


Berikan Insentif Kredit KUR dan UMKM

Dan untuk mendorong pertumbuhan kredit pada triwulan ke depan, per 1 April lalu, Bank Indonesia juga telah memberlakukan peningkatan insentif kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas yang belum pulih, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit/pembiayaan hijau.

Yaitu berupa peningkatan besaran total insentif makroprudensial yang dapat diterima bank, dari sebelumnya paling besar 200bps menjadi paling besar 280bps. Total insentif tersebut terdiri dari insentif atas kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas paling tinggi sebesar 1,5%; insentif atas penyaluran KUR dan kredit UMKM meningkat dua kali lipat menjadi paling tinggi sebesar 1%; dan insentif atas penyaluran kredit/pembiayaan hijau paling tinggi sebesar 0,3%;

Selain itu, juga realokasi penerima insentif makroprudensial kepada kelompok subsektor Penopang Pemulihan (Slow Starter) dengan threshold pertumbuhan kredit/pembiayaan tetap rendah yaitu sebesar minimal 1% dan menaikkan threshold pertumbuhan kredit/pembiayaan untuk kelompok Penggerak Pertumbuhan (Growth Driver) dan kelompok Berdaya Tahan (Resilience) dari semula 1% menjadi masing-masing 3% dan 5%. (afrizal/m2)

Share This Article

Related Articles

Responses