IPO NCKL Hanya Melepas 12 Persen Saham ke Publik.

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) salah satu perusahaan dari Grup Harita akhirnya menurunkan target saham yang ditawarkan hanya 12% dengan perkiraan dana yang diraih menjadi Rp9,7 triliun.

Sebelumnya, dalam prospektus awal dijelaskan, PT Trimegah Bangun Persada Tbk akan menawarkan saham maksimal 18% atau sejumlah 12,09 miliar saham. Dengan harga penawaran dan jumlah saham yang dilepas seperti di atas, seharusnya peseroan bisa mengantongi dana segar dari IPO sekitar Rp15,11 triliun. Tidak disebutkan alasannya, mengapa perseroan menurunkan target pelepasan sahamnya.

Sementara itu, saat ini perseroan sedang memasuki masa penawaran awal (bookbuilding) yang dimulai sejak 15 hingga 24 Maret 2023,  dengan membuka harga penawaran Rp 1.220-1.250 per saham. Dan perseroan hanya melepas sekitar 12-15% saham dari modal ditempatkan dan disetor. Atau mengincar dana segar sekitar Rp9,7 triliun.

Dalam prospektus awal juga dijelaskan, PT Trimegah Bangun Persada adalah perusahaan nikel terbesar yang memiliki kapabilitas hulu dan hilir yang lebih dari 10 tahun memiliki pengalaman operasional di Pulau Obi, Indonesia. Menurut AME Mineral Economics Pty Ltd, perseroan adalah salah satu dari dua operator tambang dan smelter nikel terintegrasi di Indonesia.

Suparsin Darmo Liwan, Direktur Trimegah Bangun Persada mengungkapkan, setelah menjadi perusahaan terbuka, NCKL berencana bagikan dividen kepada pemegang saham minimal 30 persen dari laba bersih. “Itu minimal dan bergantung pada arus kas dan rencana investasi, hukum dan peraturan Indonesia, serta persyaratan lainnya,” tutur Suparsin.

NCKL rencananya akan menggunakan 27,53 persen dari dana IPO untuk membayar utang.

Perseroan Bermitra dengan Lygend

Perseroan seperti ditulis investor.co.id, memiliki sejumlah investasi signifikan dalam operasi pengolahan hilir nikel tertentu dari mitra perseroan, yakni Lygend Resources & Technology Co Ltd.

Lygend adalah perusahaan asal Tiongkok yang menyediakan rantai pasok industri nikel terintegrasi, dari hulu ke hilir. Lygend juga baru mencatatkan sahamnya di bursa efek Hongkong pada Desember 2022. Pemiliknya adalah Cai Jianyong.

Secara rinci, investasi yang dilakukan TBP di hilirisasi nikel, antara lain melalui 45,10% investasi di PT Halmahera Persada Lygend (HPL) yang merupakan entitas anak Lygend. HPL adalah perusahaan yang mengoperasikan Proyek HPAL Tahap I dan Proyek HPAL Tahap II di Pulau Obi. HPL memproduksi nikel kobalt.

Dalam situs resmi HPL dijelaskan bahwa Halmahera Persada Lygend menjadi pionir penghasil bahan baku baterai mobil listrik di Indonesia. Wilayah operasionalnya berada di Kawasan Industri Pulau Obi dan resmi beroperasi pada 23 Juni 2021. Proyek ini juga menjadi bagian dari proyek strategis nasional di Pulau Obi.

Kemudian, TBP memiliki investasi 35% di PT Karunia Permai Sentosa (KPS) yang juga merupakan entitas anak Lygend. KPS merupakan perusahaan yang mengoperasikan Proyek KPS RKEF Tahap II.

Proyek KPS RKEF Tahap II melibatkan konstruksi suatu fasilitas produksi feronikel baru yang terdiri dari 12 lini produksi dengan menggunakan teknologi RKEF yang perseroan kembangkan bersama dengan Lygend dan konstruksi diharapkan dapat dimulai pada kuartal pertama tahun 2023.

Menyusul selesainya Proyek KPS RKEF Tahap II, KPS diharapkan memiliki kapasitas produksi sebesar 185.000 ton logam feronikel per tahun. Produksi penuh diharapkan akan dimulai pada kuartal kedua tahun 2025.

Share This Article

Related Articles

Responses