Mampukah Harga Saham MBMA Terbang?

PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA), PT Era Digital Media (AWAN) dan PT MEnn Teknologi Indonesia Tbk (MENN) besok Selasa, 18 April 2022, berencana listing perdana di BEI secara bersamaan. Dalam laman e-ipo diketahui ketiga emiten ini sudah ditetapkan tanggal listing (listing date) yaitu 18 April 2023.

Dari ketiga emiten yang listing ini, pasar modal Indonesia berhasil serap dana investor senilai Rp8.853.555.600 (delapan triliun delapan ratus lima puluh tiga miliar lima ratus lima pulih juta enam ratus ribu rupiah (sekitar Rp8,853 triliun).

Saat penawaran (offering) di masa book bulding,  MBMA mematok kisaran harga Rp780-795 dengan jumlah saham yang ditawarkan 11 miliar saham, Harga final ditetapkan harga tertinggi yaitu Rp795 per saham, alias MBMA meraih dana segar Rp8,745 triliun,  Sedangkan MENN menawarkan kisaran harga Rp75-80 dan ditetapkan harga tengah Rp78 per saham dengan jumlah saham yang ditawarkan tetap 430,2 juta saham. Disusul AWAN yang menawarkan harga pada kisaran Rp100-110, ditetapkan harga Rp100 dan jumlah saham 750 juta saham.

Presiden Direktur MBMA Devin Ridwan mengatakan, perseroan telah menetapkan harga pelaksanaan IPO sebesar Rp 795 per saham. “Kami sampaikan terima kasih atas dukungan para investor, baik institusi maupun ritel, investor domestik dan asing, yang ingin terlibat dalam pengembangan bisnis MBMA ke depan melalui IPO ini,” kata Devin melalui keterangan persnya, Rabu 12 April 2023.

MBMA berencana melepas dan menawarkan 11 miliar saham baru yang dikeluarkan dari portopel perusahaan, atau sekitar 10,24% total saham perusahaan. Dan jika permintaan cukup besar, maka dapat ditingkatkan menjadi maksimal 12,1 miliar saham atau 11,4% dari total saham perusahaan. Dengan ditetapkannya jumlah saham yang dilepas hanya 11 miliar berarti tidak terjadi lonjakan permintaan.Pertanyaannya, apakah saham ini akan menjadi daya Tarik bagi investor? Dan akankah harga sahamnya bisa terbang??

Mengingat sebelumnya saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) yang memiliki bisnis yang hampir sama dengan MBMA dan menawarkan jumlah saham yang juga cukup signifikan, awalnya menawarkan 12 miliar saham, ternyata hanya terserap 7,997 miliar saham.  Atau dari target awal menyerap dana Rp 15 triliun, ternyata hanya Rp9,97 triliun. Dan sahamnya masih bertahan di level Rp1.300 per saham.

Gandeng 7 Sekuitas

PT Merdeka Battery Materials Tbk. atau Perseroan (sebelumnya dikenal sebagai PT Hamparan Logistik Nusantara) merupakan salah satu perusahaan yang disebut memiliki kandungan nikel terbesar di dunia. Perseroan dalam upaya pelepasan saham ini telah menunjuk 7 sekuritas sebagai penjamin emisi efek, di mana semuanya telah menjamin kesanggupan penuh (full commitment) terhadap penawaran umum perdana saham.

Dua sekuritas PT Indo Primeir Sekuritas dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi dan lima sekuritas lainnya, yaitu PT UBS Sekuritas Indonesia, PT Sucor Sekuritas, PT Aldiracita Sekuritas Indonesia, PT Macquarie Sekuritas Indonesia dan PT Ciptadana Sekuritas Asia menjadi penjamin emisi efek. Dengan adanya penjaminan dari tujuh sekuritas kemungkinan besar jumlah 11 miliar saham dapat diserap seluruhnya, bahkan bisa melebihi hingga 12,1 miliar. Kepastian ini dapat diperoleh setelah tanggal 14 April 2023.

Devin optimis, banyak investor akan tertarik saham MBMA, mengingat prospek bisnis hilirisasi tambang nikel dan pengembangan rantai nilai bahan baku Electric Vehicle (EV) battery atau baterai kendaraan bermotor listrik menjadi fokus perseroan untuk diproduksi dan dikembangkan.

Adapun dana hasil IPO, sekitar 48% akan digunakan untuk pembayaran lebih awal untuk seluruh pokok utang yang timbul berdasarkan Perjanjian Fasilitas Berjangka US$300 Juta, yang akan dibayarkan kepada MDKA dan ING Bank N.V., cabang Singapura, masing-masing sebesar US$225 juta dan US$75 juta, melalui ING Bank sebagai Agen. Sekitar 5%  akan digunakan  untuk mengambil alih hak tagih sebesar US$30 juta yang timbul dari Perjanjian Fasilitas Dukungan Induk tanggal 23 Agustus 2022 yang diberikan oleh MDKA kepada PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI).

Sisanya, sekitar 1,5% akan digunakan oleh Perseroan untuk modal kerja antara lain untuk biaya karyawan, biaya jasa profesional dan biaya keuangan. Selanjutnya sebanyak 8% akan dipinjamkan kepada MTI yang selanjutnya akan digunakan untuk membiayai sebagian kebutuhan belanja modal yang timbul dari pembangunan Proyek AIM I, yang dijadwalkan akan memulai produksi pada pertengahan kedua tahun 2023.

Kemudian sekitar 14% akan dipinjamkan kepada ZHN yang selanjutnya akan digunakan untuk membiayai sebagian kebutuhan belanja modal yang timbul dari pemasangan konversi nikel matte pada smelter RKEF ZHN yang saat ini sedang dalam proses pembangunan dan untuk modal kerja. Meliputi antara lain pembelian bahan baku utama, bahan baku pembantu, biaya listrik, serta biaya karyawan.

Sebanyak 5,5% akan dipinjamkan kepada SCM yang selanjutnya akan digunakan untuk modal kerja, meliputi antara lain biaya karyawan, biaya jasa profesional, pembayaran royalti ke kas negara, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya pemeliharaan dan perbaikan, serta biaya penambangan. Sisanya akan dilakukan untuk penyetoran modal kepada PT Merdeka Industri Mineral (MIN) yang selanjutnya akan digunakan untuk penyetoran modal dan pemberian pinjaman kepada PT Sulawesi Industri Parama (SIP) masing-masing sebesar 50%. SIP akan menggunakan dana tersebut SIP kemudian akan digunakan untuk membiayai sebagian kebutuhan belanja modal yang timbul dari pembangunan pabrik HPAL fase pertama.

Kuasai 4 Pilar Bisnis

Seperti diketahui MBMA sebagai induk usaha, setidaknya memiliki 4 pilar bisnis yang dijalankan melalui anak-anak usahanya. Yaitu penguasaan lahan tambang nikel melalui PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), memiliki dua Smelter melalui PT Cahaya Smelter Indonesia (“CSI”) and PT Bukit Smelter Indonesia (“BSI”), memiliki pabrik peleburan nikel dengan teknologi High Pressure Acid Lead (HPAL) I tahap I dengan kapasitas 60.000 ton per tahun. Dan  juga bersama dengan Tsingshan, membentuk suatu usaha patungan untuk mengembangkan Kawasan Industri Konawe (“IKIP”), kawasan industri yang berfokus pada bahan baku baterai masa depan, seluas kurang lebih 3.500 hektar.

MBMA memiliki 51% saham di PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) yang memiliki tambang dengan kandungan nikel terbesar di dunia, mencapai lebih dari 1,1 miliar bijih dry metric tonne (dmt) yang mengandung 13,8 juta ton nikel dengan kadar 1,22 persen Ni dan 1,0 juta ton kobalt pada kadar 0,08 persen Co. Kapasitas produksi tambang SCM tersebut diperkirakan mencapai 14,6 juta wet metric tonnes (wmt) pada 2024 dan mampu memenuhi kebutuhan bahan baku nikel hingga 20 tahun ke depan.

Tambang SCM berlokasi di Konawe, Sulawesi Tenggara, pada awalnya dimiliki oleh Rio Tinto dan merupakan tambang terbuka yang besar, dekat dengan permukaan, dan berbiaya rendah, dalam konsesi seluas 21.000 hektar. MBM dapat memanfaatkan keahlian Merdeka yang telah teruji dalam operasi penambangan dan pemrosesan pada saat MBM meningkatkan kegiatan operasi penambangan secara bertahap di tambang SCM.

SCM memiliki sumberdaya nikel limonit yang kaya, dengan komposisi campuran antara nikel limonit (77%) dan nikel saprolit (23%). Bijih nikel limonit adalah bahan baku yang digunakan dalam produksi Mixed Hydroxide Precipitate (“MHP”) melalui teknologi pemrosesan High Pressure Acid Leach (“HPAL”) yang kemudian dapat diiubah menjadi nikel sulfat untuk digunakan dalam produksi baterai kendaraan bermotor listrik;

MBMA juga sedang proses persiapan pembangunan pabrik peleburan nikel dengan teknologi High Pressure Acid Lead (HPAL) I tahap I dengan kapasitas 60.000 ton per tahun untuk menghasilkan material dalam rantai nilai bahan baku baterai kendaraan bermotor listrik.

Pabrik HPAL akan memberikan MBM eksposur lebih lanjut terhadap rantai nilai mineral strategis dan baterai kendaraan bermotor listrik yang akan memanfaatkan sumberdaya limonit tambang SCM yang besar. Pabrik HPAL diharapkan dapat memproses bijih nikel limonit dari tambang SCM dengan kapasitas yang direncanakan sebesar 120 ktpa berupa Mixed Hydroxide Precipitate (“MHP”), produk nikel antara yang dihasilkan dari bijih nikel laterit, yang diharapkan akan mulai berproduksi pada tahun 2025 untuk memasok bahan baku prekursor hilir yang selanjutnya digunakan dalam produksi baterai kendaraan bermotor listrik.

Sumberdaya tambang SCM yang besar akan mendukung pasokan bahan baku bijih nikel dalam multi-dekade untuk operasi hilir. Kami percaya ini akan menarik peluang kemitraan di aset hilir dengan memberikan volume produksi yang signifikan dan arus kas jangka panjang yang dapat diprediksi untuk MBM.

Seluruh bijih nikel saprolit yang diproduksi oleh tambang SCM akan menjadi pemasok bahan baku di masa depan untuk smelter RKEF kami yang berlokasi di Kawasan Industri Morowali (“IMIP”).

Saat ini, MBMA juga telah mengoperasikan dua smelter Rotary Kiln-Electric Furnace (“RKEF”) (RKEF) yang meguntungkan, terletak di di Kawasan Industri Morowali (“IMIP”) di Morowali, Sulawesi Tengah.

Dua smelter RKEF itu berada di bawah PT Cahaya Smelter Indonesia (“CSI”) and PT Bukit Smelter Indonesia (“BSI”), masing-masing memiliki kapasitas terpasang sebesar 19,000 ton nikel per tahun dalam bentuk Nickel Pig Iron (“NPI”). MBM juga sedang membangun smelter RKEF ketiga, PT Zhao Hui Nickel (“ZHN”), dengan kapasitas terpasang yang diharapkan sebesar 50,000 ton nikel per tahun yang memiliki target komisioning pada pertengahan kedua tahun 2023.

Nah dengan pilar bisnis model hilirisasi ini, bagaimana investor menyikapi nya terhadap penawaran sahamnya yang pada hari Selasa, 18 April 2022 akan listing di BEI ? Akankah harga MBMA akan mampu menyaingi bahkan melebihi emiten nikel lainnya, seperti INCO dan ANTAM?

(mas)

Share This Article

Related Articles

Responses