Dalam Dunia Kerja, AI Bagai Pisau Bermata Dua

JAKARTA – Artificial Intelligence (AI) bisa diartikan sebagai simulasi kecerdasan manusia yang dimodelkan di dalam mesin dan pemrograman. Saat ini AI sudah banyak diterapkan di berbagai sektor kehidupan manusia. Bahkan kita juga bisa menemuinya dalam kehidupan kita sehari-hari seperti adanya voice assistant Bixby dari Samsung dan juga Siri dari Apple.

Bahkan pada saat ini, banyak perusahaan yang saat ini berinvestasi lebih dalam teknologi AI untuk bisa memberikan mereka lebih banyak penjualan hingga mengoptimalkan kinerja dari perusahaan. AI bisa membantu sebuah bisnis untuk mempersonalisasi pengalaman belanja para pelanggan. Hal tersebut tentu menjadi tantangan baru bagi para Sumber Daya Manusia (SDM) dalam berkecimpung di dunia kerja.

Pada acara wisuda yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikai Profesi Pasar Modal (LSP –PM) hari Kamis 11 Mei 2023 di Jakarta, Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Kunjung Masehat mengingatkan dalam sambutanya bahwa di-era seperti sekarang bidang kompetensi dan SDM memiliki tantangan baru kedepanya dengan munculnya AI, bahkan menurutnya hampir 23 juta jenis pekerjaan nantinya akan hilang dan digantikan dengan AI. Maka dari itu pemerintah dan juga BNSP sangat consense terkait masalah tersebut, khususnya tentang bagaimana meningkatkan kompetensi SDM yang dimiliki saat ini.

Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Arsjad Rasjid pada beberapa waktu lalu. Arsjad mengungkapkan pesatnya perkembangan industri 4.0 bakal berdampak ke lapangan pekerjaan.

Dengan majunya teknologi, Arsjad menyebut ada 23 juta pekerjaan yang hilang pada 2030 mendatang. Ia menuturkan, dengan semakin masifnya adopsi teknologi otomasi seperti AI sebanyak 23 juta pekerjaan diprediksi akan hilang pada 2030.  “Dengan berkembangnya teknologi dan otomasi 23 juta pekerjaan terancam punah pada 2030 mendatang,” ujar Arsjad, pada Minggu 30 April 2023 di Jakarta.

Menurut Arsjad, masalah terbesar ketenagakerjaan memasuki era industri 4.0 adalah bagaimana caranya mengasah keterampilan. Sebab di jaman itu tenaga manusia banyak tergantikan oleh teknologi. Oleh sebab itu, apabila SDM nasional tidak melakukan pengembangan kualitas, bonus demografi tersebut justru akan menjadi bencana bagi Indonesia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menilai untuk mengantisipasi adanya hilangnya jutaan pekerjaan di 2030, pemerintah perlu mempersiapkan peluang tenaga kerja yang tepat untuk memenuhi permintaan pasar. Terlebih, kata Bhima, 60 persen tenaga kerja di Indonesia merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

“Nah jadi yang harus disiapkan sekarang adalah, peluang apa saja yang terbuka dan bagaimana struktur pasar tenaga kerja indonesia di mana 60 persen adalah lulusan SMP di bawah itu yang perlu dilakukan percepatan agar keahlian mereka bisa masuk mengisi industri 4.0,” pungkas Bhima.

Kenyataan ini menjadikan kemajuan teknologi dalam hal pemanfaatan AI seperti buah simalakama, atau bagai dua mata pisau bagi dunia kerja di hampir semua negara. Di satu sisi membantu kemajuan dan mempercepat ptoses dunia usaha, di sisi lain menjadi ancaman bagi generasi pendatang baru suatu bangsa.  Bagi bangsa yang telah memiliki kemajuan dalam hal dunia industri dan pendidikan, mungkin hal ini tidaklah begitu mengkhawatirkan. Namun bagi bangsa Indonesia, di mana menurut Bhima tenaga kerja yang tersedia sekitar 60% lulusan SMP, menjadi kekhwatiran yang dapat mengancam peluang kerja mereka.

Jika langkah startegis tidak ditempuh oleh dunia pendidikan dan dunia kerja di negeri ini, maka AI bisa menjadi sebagai penjegalan kerja, ketimbang peluang kerja bagi lulusan sekolah formal.   (Afrizal/m2)

Share This Article

Related Articles

Responses