
PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), salah satu usaha dari Harita Nickel Group diperkirakan akan menyerap dana sekitar Rp10 triliun. Berdasarkan info pada leman e-ipo, tercatat perseroan sudah menetapkan harga fix per saham Rp1.250 dan akan listing besok, Rabu, 12 April 2023. Dan dari 12,0.95 miliar saham yang ditawarkan, terserap sebanyak 7,997 miliar saham
Harita Nickel Group usaha pertambangan mineral, yang juga merupakan induk usaha dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) saat ini gencar mengembangkan pemurnian (smelter) nikel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara dengan investasi mencapai US$ 1 miliar atau lebih dari Rp15 triliun.Halmahera Selatan, Maluku Utara dengan investasi mencapai US$ 1 miliar atau lebih dari Rp15 triliun. IPO NCKL merupakan salah satu upaya memperoleh pendanaan untuk rencana tersebut.
Direktur Operasi Harita Nickel, Tony H Gultom, mengatakan nickel saat ini menjadi komoditas seksi yang menjadi incaran indiustri global, seiring bertumbuhnya penggunaan electric vehicle (EV). Seiring maraknya industry berbasis electric vehicle seperti produksi mobil dan motor listrik, nikel sebagai salah satu bahan baku utama untuk menghasilkan bahan baku baterai menjadi begitu penting. “Masa depan industri nikel ke depan sangat cerah. Kita beruntung memiliki potensi sumber daya alam nikel,” kata Tony beberapa waktu lalu.
Sebelum EV menjadi tren, Nikel menurut Tony sebahagian besar sekitar 70% hanya digunakan untuk memenuhi produk stainles steel dan 16% baterai. Ke depan, sekitar tahun 2040 persentasinya akan berubah, yaitu 40% memasok kebutuhan baterai dan sisanya untuk stainless steel. Jauh sebelum era mobil listrik, Harita menjadi pionir dalam memproduksi mixed hydroxide precipitate (MHP). Sekadar diketahui, MHP adalah salah satu bahan baku baterai yang antara lain digunakan untuk kendaraan listrik.
Harita Nickel saat ini memiliki lima anak perusahaan, masing-masing-masing perusahaan bergerak di pertambangan Nikel, yaitu PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) dan PT Gane Permai Sentosa (GPS). Tiga lainnya bergerak di sektor hilirisasi, yaitu PT Halmahera Jaya Ferronicel (HJF), PT Halmahera Persada Lygend (HPL), dan PT Megah Surya Pertiwi (MSP).
NCKL mengantungi IUP yang akan berakhir pada 8 Februari 2030 dengan luas 4.247 ha dengan menambang bijih nikel untuk bahan baku pabrik pengolahan MSP dan pabrik pengolahan
& pemurnian HPL, serta ekspor bijih.
PT Gane Permai Sentosa (GPS) juga menambang nikel, di atas lahan seluas 1.128,83 Ha, dengan izin IUP hingga 22 Maret 2030. Produksi penambangan bijih nikel sebagai bahan baku pabrik pengolahan MSP.
Adapun untuk kegiatan hilirisasi dikerjakan oleh PT MSP yang diketahui telah membangun empat jalur pabrik pengolahan (smelter) mineral bijih nikel, berkapasitas 240.000 MT Feronikel per tahun, dengan total investasi mencapai U$ 361 juta. Sedangkan PT HPL membangun pabrik pengolahan dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang telah beroperasi sejak Juni 2021. HPL tengah membangun smelter mineral bijih nikel dengan kapasitas 870,000 MT/ tahun Feronikel, dengan investasi US$ 703 juta.
Produksi Batako, Potensi Income Rp57,6 Miliar
Tony menegaskan, saat ini fokus perusahaan nikel adalah mengolah sisa hasil pengolahan (SHP) nikel yang jumlahnya sangat banyak, yaitu 90-97% karena bijih tidak bisa masuk line produksi seluruhnya. “Di berbagai dunia persoalan SHP menjadi penting.Kami memanfaatkan semua SHP atau slag nikel jadi batako kelas premium,” jelas Tony.
Dengan adanya pengelolaan SHP menjadi batako, perseroan akan mendapatkan tambahan bulanan yang cukup lumayan sekitar Rp 4,8 miliar atau sekitar Rp57,6 miliar per tahun. Perseroan mengakui mampu membuat lebih dari 40.000 batako setiap hari dari slag nikel yang di hasilkan oleh selter nickel. Produk Teimegah ini telah di catat/claim bahwa bahan dan kualitas nya memiliki bahan yang premium dan akan di edarkan di pasaran.
Batako yang di produksi perusahaan nickel memiliki komposisi slag nikel sekitar 85% dan fly ash 10% yang dimana komposisi tersebut berasal dari pembakaran batu bara, lalu sisanya yang 5% tersebut berasal dari semen.
Untuk harga per buah batako di bandrol seharga Rp 4.000, potensi pendapatan tersebut bisa di raih perusahaan sebesar Rp 4,8 perbulannya, akan tetapi di balik itu Tonny masih bingung untuk memasarkan produknya dikarenakan bahan logistik olahan slag nikel yang dimana masih di produksi di pulau Obi, kendala nya yaitu akan memakan biaya yang sangat mahal untuk mengirimkan slag nikel tersebut. (andre/m1)