
JAKARTA – Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) mengatakan bahwa saat ini keanekaragaman bahasa semakin terancam, bahkan dalam 40 hari satu bahasa dinyatakan punah.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Itje Chodidjah mengatakan berdasarkan World Atlas of Language, ada 8.324 bahasa yang diucapkan atau ditandatangani, didokumentasikan oleh pemerintah, lembaga publik, dan komunitas akademik. Namun, saat ini hanya sekitar 7.000 bahasa yang masih digunakan.
World Atlas of Language adalah sebuah aplikasi daring interaktif dan dinamis yang mendokumentasikan berbagai aspek dan fitur status bahasa di berbagai negara di seluruh dunia.
Dia menjelaskan dari 700 lebih bahasa yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia, baru 37 bahasa yang tercatat dalam World Atlas of Language.
“Ini menjadi tantangan bagi seluruh pegiat bahasa untuk meng-update data tersebut,” katanya saat menjadi pembicara kunci pada hari ke-2 penyelenggaraan Konferensi Internasional Preservasi Bahasa dan Sastra (The 1st International Conference on Language and Literature Preservation), di Auditorium Utama Sasana Widya Sarwono, BRIN Kawasan Gatot Subroto, Jakarta, hari ini (22/2).
Itje menekankan agar penggunaan Bahasa Ibu harus dimulai dari ranah yang paling kecil yaitu keluarga, komunitas, dan masyarakat. Dalam pelestarian bahasa ibu, hendaknya jangan hanya menjadi mata pelajaran muatan lokal saja. Sehingga nantinya para siswa hanya sekadar mencari nilai.
“Kami mendorong BRIN, agar kegiatan konferensi seperti ini dapat dijadikan sebagai sarana kolaborasi bagi para periset untuk mengembangkan bahasa ibu,” tukasnya.
Peran UNESCO
Sejauh ini peran UNESCO dalam upaya pelestarian Bahasa Ibu dilakukan dalam bentuk penetapan, peringatan, dan imbauan. Pada saat General Conference (Sidang Umum) tanggal 17 November 1999, UNESCO mendeklarasikan tanggal 21 Februari menjadi Hari Bahasa Ibu Internasional.
UNESCO mengakui bahwa bahasa dan multibahasa dapat memajukan inklusi dan tujuan pembangunan keberlanjutan (SDGs), berfokus untuk tidak meninggalkan siapapun (no one left behind). Hari Bahasa Ibu adalah dari inisiatif lebih luas untuk mempromosikan melestarikan dan perlindungan semua bahasa yang digunakan oleh orang-orang di dunia. UNESCO percaya akan pentingnya keanekaragaman budaya dan bahasa untuk masyarakat yang berkelanjutan.
Dalam mandatnya untuk perdamaian, perbedaan budaya dan bahasa yang memupuk toleransi dan rasa hormat terhadap orang lain. UNESCO senantiasa menghimbau kepada negara anggotanya agar terus melestarikan Bahasa Ibu milik masing-masing negara.
“Salah satunya dengan menyarankan penggunaan Bahasa Ibu pada tahun-tahun awal sekolah, yang digabungkan dengan bahasa pengantar resmi. Pendekatan ini dinamakan Pendidikan Multibahasa,” imbuh Itje.