
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) prediksi kredit perbankan tumbuh sebesar 10% – 12% tahun ini didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga sebesar 7%-9%.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan bahwa posisi penyaluran kredit perbankan sepanjang 2022 berada pada level tertinggi bila dibandingkan dengan rerata 5 tahun sebelum pandemi Covid-19.
Mahendra menambahkan kredit perbankan tumbuh double digit pada tahun ini, lebih tinggi dibandingkan rata-rata sebelum pandemi Covid-19. Rata-rata kredit bank dalam 5 tahun terakhir tumbuh 8,9% yoy.
“Kredit perbankan tumbuh 11,4% lebih tinggi dari rerata 5 tahun sebelum pandemic. Kredit perbankan diproyeksi tumbuh sebesar 10% sampai 12% yang didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga 7% sampai 9%,” jelas Mahendra dalam agenda Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023, Senin (6/2).
Sementara itu, di pasar modal nilai emisi ditargetkan sebesar Rp200 triliun dan dapat mencapai nilai lebih besar jika didukung kondisi perekonomian yang lebih baik lagi.
Mahendra mengatakan untuk industri keuangan nonbank, piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan diproyeksikan tumbuh 13% s/d 15% sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat.
Sementara aset asuransi jiwa dan asuransi umum diperkirakan tumbuh sebesar 5% sampai dengan 7%. OJK terus melakukan reformasi di sektor ini. Sementara dana pensiun diperkirakan juga tumbuh 5% s/d 7%.
Tingginya optimisme terhadap prospek perekonomian nasional tercermin dari perkembangan pasar modal yang mencatatkan penambahan 71 emiten baru sepanjang 2022.
Sementara kredit perbankan dan piutang pembiayaan masing-masing tumbuh 11,4% dan 14,2%, lebih tinggi dibandingkan dengan rerata 5 tahun sebelum pandemi yaitu sebesar 8,9% dan 4,4%.
Mahendra menyadari tahun 2023 adalah tahun dimana siklus politik 5 tahunan akan dimulai. Jika melihat tren pada periode sebelumnya, akselerasi pertumbuhan konsumsi masyarakat dan aktivitas industri akan meningkat, khususnya pada industri padat karya seperti makanan/minuman, tekstik dan produk tekstil, percetakan hingga transportasi.
Namun demikian, dia meyakini sekalipun suhu politik meningkat, kondisi keamanan, kepastian hukum dan iklim usaha akan tetap terjaga dengan baik.
Dia menyadari dari pelaku usaha saat ini juga harus menghadapi risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi global, pennurunan harga komoditas, permintaan ekspor hingga pengetatan likuiditas.